Jakarta, – Pasangan selebritis Raffi Ahmad dan Nagita Slavina belum lama ini kembali menjadi sorotan. Terutama usai mereka mengumumkan telah mengadopsi bayi perempuan bernama Lily.
Raffi mengatakan bahwa dirinya ingin memberikan yang terbaik untuk Lily, dan Raffi pulalah yang mengadzani Lily.
“Yang penting niatnya baik, mudah-mudahan Lily, namanya juga kita yang kasih nama, aku yang adzanin juga. Mudah-mudahan baik nasibnya, kita sebutnya Lily,” ucap Raffi Ahmad.
Jika Raffi memiliki anak adopsi, lantas bagaimana dengan urusan distribusi kekayaan keluarga Raffi di masa depan?
Kedudukan anak adopsi dari kacamata hukum
Berdasarkan Pasal 832 KUHPerdata, disebutkan dengan jelas bahwa yang bisa menjadi ahli waris adalah keluarga sedarah, baik yang sah menurut undang-undang maupun yang di luar perkawinan, dan suami atau istri yang hidup terlama.
Ketika seluruh pihak tersebut tidak ada, maka harta peninggalan seseorang akan menjadi milik negara.
KUHPerdata sendiri tidak membahas hal terkait anak adopsi atau anak angkat. Namun menurut ketentuan Staatsblad tahun 1917 Nomor 129, pengangkatan anak bisa memutus nasab hubungan perdata pada orangtua kandung, dan memunculkan hubungan nasab dengan orangtua angkat.
Berdasarkan karya tulis dari Naomi Renata Manihuruk yang dipublikasikan oleh PN Sumedang, Staatblaad sendiri menjadi pelengkap dari KUHPerdata untuk melengkapi kekosongan hukum yang mengatur masalah pengangkatan anak namun Staatblaad sendiri dinilai sudah tidak relevan.
Hukum Nasional tentang pengangkatan sudah diatur di Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2007 (PP 54/2007) tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak, dan Peraturan Menteri Sosial Nomor 110/Huk/2009 tentang Persyaratan Pengangkatan Anak.
Pada intinya, PP 54/2007 dan UU Perlindungan Anak secara tegas menyebutkan bahwa pengangkatan anak tidak akan memutus hubungan darah anak dengan orangtua kandungnya. Dan hal ini sangat berbeda dengan Staatsblad.
Terkait harta peninggalan orang tua angkat, orang tua angkat sejatinya bisa membuat surat wasiat untuk memberikan bagian ke anak angkatnya. Surat wasiat itu sendiri diatur di KUHPerdata Pasal 875, namun jika bicara soal jumlahnya maka besarannya tentu harus memperhatikan legitime portie ahli waris.
Anak adopsi dari kacamata Hukum Islam
Kompilasi Hukum Islam (KHI) sendiri pada pasal 171 huruf h menyebutkan bahwa:
“Anak yang dalam pemeliharaan untuk hidupnya sehari-hari, biaya pendidikan dan sebagainya beralih tanggung jawabnya dari orangtua asal kepada orangtua angkatnya berdasarkan putusan Pengadilan.”
Sementara di huruf c, disebutkan bahwa:
“Ahli waris adalah orang yang pada saat meninggal dunia mempunyai hubungan darah atau hubungan perkawinan dengan pewaris, beragama Islam dan tidak terhalang karena hukum untuk menjadi ahli waris.”
Jelas sekali, anak angkat tentu tidak masuk dalam daftar ahli waris orangtua angkatnya, lantaran secara biologis dia tidak akan memiliki hubungan darah dengan orangtua angkatnya.
Meski demikian, anak angkat bisa mendapat harta orangtua angkat lewat wasiat wajibah. sebagaimana dinyatakan oleh KHI dalam pasal 209 ayat (a):
“Terhadap anak angkat yang tidak menerima wasiat diberi wasiat wajibah sebanyak- banyaknya 1/3 dari harta warisan orang tua angkatnya.”Makna ‘wasiat wajibah’ itu sendiri adalah seseorang dianggap menurut hukum telah menerima wasiat meskipun tidak ada wasiat secara nyata.